Dunia seakan runtuh, ketika kecelakaan lalu lintas itu terjadi. Setelah pingsan beberapa saat, ia merasakan sesuatu yang berbeda pada fungsi kaki kanannya. Kaki itu seperti tidak bertenaga.
Sejak saat itu, ia terpaksa melepas pekerjaannya. Kedua orang-tuanya berusaha menyembuhkan kelainan itu. Mulai dari upaya medis sampai non medis. Semua itu menghabiskan biaya seharga sebuah rumah di kawasan Bekasi. Sayangnya, upaya habis-habisan itu tidak membawa hasil. Kakinya tetap tidak bisa berfungsi normal.
Jujur, saat itu ia sangat menyesali kejadian yang merenggut fungsi kakinya itu. Ia menganggap, kemampuannya mengarungi kehidupan jadi terbatas. Dan akibatnya, kehidupannya jadi terbatas. Selama beberapa tahun, ia hanya mengurung diri di rumah.
Syukur lah, Tuhan mengulurkan tanganNya. Ketika satu pintu tertutup, Ia membuka pintu-pintu lainnya. Pelajaran elektronika yang pernah dipelajari di waktu sekolah, ditekuni kembali. Ia mulai berani membongkar radio dan televisi rusak, dan mencoba memperbaikinya. Dan berhasil.
Dan bola salju pun menggelinding semakin besar. Ia mulai berani menerima order dari tetangga kiri-kanan dengan tarif terserah pemberi order. Seiring berjalannya waktu, ia mulai berani membuka usaha sendiri. Dari kios servis yang dikelolanya sendiri, ia bisa menghidupi dirinya sendiri.
Itulah paruh perjalanan hidup seorang Yanto, salah satu alumni 'Kelas Jauh' Institut Kemandirian di Pademangan, yang bisa berlangsung atas kerjasama dengan Actual Basicnya Kang Roni Yuzirman, dan TDA Pusat. Untuk menambah pengetahuannya, ia ikut training teknisi ponsel. Ia belajar dari kami, tetapi kami belajar lebih banyak darinya.
Belajar soal semangat hidup keluar dari keterbatasan. Belajar untuk terus-menerus membobol batas kemampuan.
Mungkin Tuhan tidak memberi kita tangan, tapi jangan anggap bahwa itu batas dariNya agar kita tidak bisa menulis. Dalam banyak perjalanan, saya bertemu dengan orang-orang yang menulis dengan jari kaki, atau bahkan dengan mulutnya.
Dari sosok Yanto, saya berkeyakinan bahwa Tuhan telah memberikan segalanya kepada manusia. Sekali lagi, segalanya, untuk kita manfaatkan. Manusia lah yang membatasi karunia Tuhannya, dengan apa yang ia pikirkan dan ia yakini, lewat rasa takut, malas dan malu di dalam diri, ketika akan memulai.
(Buat Yanto, sang Guru Kehidupan)
(Sudah dimuat di Harian Semarang, rubrik Inspirasi, Halaman 2, hari Sabtu, 31 Juli 2010)
(wi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar