Siang itu, mungkin siang yang kurang menyenangkan bagi saya. Mobil yang tadi pagi masih baik-baik saja, siang itu sulit dihidupkan. Dan setelah mesin hidup, ACnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Siang yang terik terasa semakin panas di tengah kemacetan Jakarta.
Siang itu juga saya mampir ke bengkel AC. Hampir satu jam diperiksa, tidak ditemukan kelainan. Montir AC menyerah. Saya disarankan ke bengkel resmi karena disinyalir kerusakan ada pada Engine Control Unit. Ini adalah perangkat yang mengatur sirkulasi kelistrikan pada mobil. AC tidak berfungsi karena ECU tidak memberikan suplai daya listrik ke kompresor AC.
Saat itu juga saya ke bengkel resmi. Dan benar. ECU sudah tidak bisa digunakan. Jika saya ingin fungsi AC kembali normal, ECU harus diganti. Tidak ada alternatif diperbaiki. Harga barunya, 2,8 juta. Dan untuk menggantinya, saya harus menunggu 3 - 4 hari karena barang harus dikirim dari Pekanbaru, Riau.
Saya pulang ke rumah. Iseng-iseng browsing internet dan bertanya pada oom Google. Kata kuncinya servis ECU. Ada cukup banyak rekomendasi, dan setelah beberapa kali klik, saya dapat satu alamat di daerah Jakarta Barat. Tempat ini bisa memperbaiki sekaligus menjual ECU, baru atau bekas.
Esoknya, saya telepon dulu. Niatnya, mau ganti baru. Cuma, suara di seberang sama menyarankan untuk diperiksa dulu. Ia tidak percaya pada bengkel resmi!
Usai mampir di kantor sebentar untuk menanda-tangani beberapa berkas, saya meluncur ke TKP. Tidak susah mencarinya. ECU, yang bentuknya semacam PCB peralatan elektronik, langsung dicopot dan diperiksa di depan saya. Sebelumnya, ECU dibersihkan menggunakan, - believe or not, minyak kayu putih. Beberapa kali sang montir melakukan pemeriksaan menggunakan alat sederhana yang sepertinya hasil modifikasi sendiri.
Dia mengambil seutas serabut kabel halus dari tembaga. Mungkin beberapa milimeter, dan kemudian menyoldernya di atas ECU.
Tak perlu menunggu lama, ECU kembali dipasang. Mobil mudah dihidupkan, dan AC berfungsi seperti semula. Pekerjaan selesai tidak lebih dari 10 menit!
Berapa biaya yang harus saya bayar untuk pekerjaan tak lebih dari 10 menit? Lima ratus ribu rupiah. Kemahalan? Awalnya saya pikir begitu. Begitu sang montir menyebut angka, langsung saya tawar separuhnya.
Bung. Sebagian besar umur, saya habiskan untuk belajar dan menekuni sistem elektronis kendaraan bermotor. Mulai dari yang bentuknya sederhana, sampai yang rumit seperti ini. Rentang waktu yang lama itu lebih banyak berisi kesulitan. Sekian lama saya menyusuri jurang, untuk menguasai sebuah kompetensi. Dan saat ini, izinkan saya menikmati hasil perjalanan saya!
Yes. Jurang kompetensi. Kalau cuma kerja 10 menit dan semua orang bisa melakukannya, pasti bayarannya tidak setinggi itu. Sang montir, memang bekerja 10 menit, tapi untuk menguasai tekniknya, ia harus belajar puluhan tahun, ribuan jam terbang. Dan kompetensi itu, tidak dimiliki setiap orang.
Ia pantas menerima bayaran sebesar itu. Pertanyaannya, berapa tarif kita untuk kerja 10 menit?
Sudah dimuat di Rubrik Inspirasi Harian Semarang, 3 Juli 2010/wi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar