Guru pertama bagi setiap manusia adalah ibu, dan pelajaran pertama yang kita pelajari dari ibu kita masing-masing adalah kasih sayang. Rasa haus, lapar, sakit, gatal atau apapun, hanya disikapi oleh bayi-bayi mungildengan menangis. Dan setiap ibu paham, apa arti tangis bayi mereka! Keteduhan kasih sayangnya, mengubah tangis jadi senyuman.
Sayangnya, semakin bertambahnya waktu, pelajaran yang kita terima semakin jauh dari nilai-nilai kasih sayang. Kelembutan dan kasih sayang ibu, semakin terlupakan. Yang setiap hari didengar, dilihat dan dibaca adalah berita kekerasan dan sejenisnya. Pembunuhan, perang, terorisme, sudah menjadi berita sehari-hari. Dan dampaknya bisa kita rasakan di hari-hari belakangan ini.
Ini riset sederhana di sebuah Pengadilan Negeri di tanah air. 90 persen perkara yang ditangani di Pengadilan Negeri, adalah perkara perdata. 90 persen dari perkara perdata itu, adalah gugatan perceraian.Jika kita menilik perkara-perkara perceraian dua atau tiga dasawarsa ke belakang, sebagian besar dilakukan oleh pihak suami. Bedanya saat ini, percaya atau tidak, penggugat perceraian mayoritas adalah dari pihak perempuan.Ini fenomena menarik. Inilah sebuah bukti bahwa kedudukan kaum perempuan sudah tidak lagi di belakang laki-laki. Pertanyaannya, ini pertanda apa?Feminin sudah semakin ditinggalkan. Dulu maskulin dimiliki mayoritas laki-laki dan feminin dimiliki mayoritas perempuan. Kini, laki-laki dan perempuan sama-sama ingin menunjukkan maskulinitasnya. Bahkan dalam beberapa hal, perempuan bisa lebih powerful dari lawan jenisnya.
Kini kita berhadapan dengan dunia yang semakin maskulin. Kekerasan sepertinya jadi semakin menonjol, bukan hanya di level lokal, tapi juga regional maupun internasional. Bukan cuma oleh laki-laki, tetapi juga oleh para perempuan. Perhatikan gaya para pemimpin dunia saat ini, yang cenderung ingin menyelesaikan perselisihan antar negara dengan senjata. Jangan heran, dunia semakin panas.
Di sisi lain, ternyata manusia-manusia modern merindukan keteduhan-keteduhan seperti pola pengasuhan seorang ibu. Ada fenomena menarik. Sejak awal tahun 2000an, perusahaan-perusahaan besar di dunia, mengalihkan metode pelatihannya ke hal-hal yang berbau spiritual. Mereka tidak lagi mengundang motivator yang meledak-ledak seperti Anthony Robbins, tetapi justru mengundang spiritualis Budha seperti Dalai Lama atau Thick Nath Hahn.
Berbeda dengan pelatihan motivasi yang hiruk-pikuk, para spiritualis itu bicara dengan suara lemah. Uniknya, pembicaraan mereka didengar seksama. Kelemah-lembutan mereka sungguh menyentuh hati. Tak sedikit audiens yang berurai air mata.
Mungkin saya salah. Tapi inilah trend masa kini. Di Amerika, Obama lebih dipilih daripada Mc Cain. Di Inggris,Gordon Brown harus 'mengalah' dari David Cameron. Di Indonesia, SBY - Budiyono bisa mengalahkan dua kandidat lain.
So, jika mau mengambil hati masyarakat, lupakan cara-cara kekerasan. Kembalilah ke pelajaran pertama dari ibu kita. Kelemah-lembutan akan lebih mengundang simpati. Itulah inner power yang powerful. TERBUKTI!
(Sudah dimuat di rubrik LHO Majalah Khalifah Edisi Juli 2010/wi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar