apa hukumnya sholat tahyatul masjid selagi khotib membacakan khodbahnya, bukankan sholat jum'at itu terdiri dari 2 hotbah dan 2 rekaat sholat
Mahyudin Fikri
Jawaban
Waalaikumussala Wr Wb
Saudara Mahudin Fikri yang dirahmati Allah swt
Imam Muslim meriwayatkan bahwa Sulaik Al Ghathafani datang pada hari Jum'at, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang berkhutbah, ia pun duduk, maka beliau pun bertanya padanya: "Wahai Sulaik, bangun dan shalatlah dua raka'at, kerjakanlah dengan ringan." Kemudian beliau bersabda: "Jika salah seorang dari kalian datang pada hari Jum'at, sedangkan Imam sedang berkhutbah, maka hendaklah ia shalat dua raka'at dengan ringan." Terdapat beberapa riwayat dalam hal ini.
Imam Nawawi mengatakan didalam “Syarh Muslim” (6/164) : Hadits-hadits ini seluruhnya sangat jelas menjadi dalil bagi madzhab Syafi’i, Ahmad, Ishaq dan para fuqaha ahli hadits bahwa jika seseorang memasuki suatu masjid jami pada hari jum’at sedangkan imam sedangkan berkhutbah maka dianjurkan untuk melaksanakan dua rakaat shalat tahiyat masjid dan dimakruhkan untuk segera duduk sebelum melaksanakan shalat dua rakaat tersebut. Dianjurkan pula untuk meringankan kedua rakaat tersebut agar dapat mendengarkan khutbah setelahnya, pendapat ini juga berasal dari Hasan Bashri dan selainnya dari para ulama terdahulu.
Al Qodhi mengatakan,”Malik, Laits, Abu Hanifah, Tsauriy dan jumhur salaf dari kalangan sahabat dan tabi’in mengatakan,’Tidak perlu melaksanakan shalat dua rakaat.” Demikian diriwayatkan dari Umar, Utsman dan Ali ra. Argumentasi mereka adalah perintah untuk mendengarkan imam. Mereka menta’wilkan hadits-hadits ini bahwa dia—yaitu Sulaik—dalam keadaan tidak berpakaian lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkannya untuk berdiri agar orang-orang melihatnya dan memberikan sedekah mereka kepadanya. Ini adalah takwil batil yang dibantah oleh kejelasan sabdanya shallallahu 'alaihi wasallam,” Jika salah seorang dari kalian datang pada hari Jum'at, sedangkan Imam sedang berkhutbah, maka hendaklah ia shalat dua raka'at dengan ringan.” Ini adalah nash yang tidak membutuhkan takwil apa pun karena ia bersifat umum dan tidak hanya dikhususkan bagi Sulaik saja dan aku tidak yakin ada seorang alim yang sampai kepadanya lafazh yang shahih ini lalu menentangnya.
Kemudian Nawawi mengatakan,”Didalam hadits-hadits ini juga dibolehkan berbicara disaat khutbah jika hal itu dibutuhkan, dalam hal ini dibolehkan bagi khotib dan yang lainnya, didalamnya terdapat seruan kepada kebaikan dan anjuran untuk kemaslahatan didalam setiap keadaan dan tempat, didalamnya disebutkan shalat tahiyat masjid adalah dua rakaat, dan shalat-shalat sunnah di siang hari adalah dua rakaat dan shalat tahiyat masjid tidaklah hilang dikarenakan duduk bagi orang yang tidak mengetahui hukumnya. Para sahabat kami—madzhab Syafi’i—hilangnya tahiyat masjid dengan duduk adalah terhadap orang yang mengetahui bahwa ia adalah sunnah sedangkan terhadap orang yang jahil (tidak mengetahui) maka hendaklah dia mengerjakannya berdasarkan kedekatan hadits ini.
Dari hadits-hadits ini bisa didapat bahwa tahiyat masjid tidak ditinggalkan pada waktu-waktu yang dilarang shalat didalamnya karena ia termasuk shalat yang memiliki sebab yang dibolehkan di setiap waktu, dari sini maka hal demikian juga berlaku bagi setiap shalat yang memiliki sebab, seperti : mengqodho shalat. Seandainya shalat itu hilang dalam suatu keadaan maka keadaan seperti ini lebih utama lagi dimana dia diperintahkan untuk mendengarkan khutbah.
Tatkala orang itu dibiarkan mendengarkan khutbah lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memutus khutbahnya dan memerintahkan orang itu setelah dia duduk agar melaksanakannya (shalat tahiat masjid) dan duduknya orang itu adalah duduk orang yang tidak mengetahui hukumnya. Ini adalah dalil yang menguatkan bahwa shalat tahiyat masjid tidaklah ditinggalkan dalam keadaan apa pun dan pada waktu apa pun.”
Para ulama baik klasik maupun kontemporer telah membahas tentang tema ini. Dan kita telah mengetahui dari pembahasan diatas bahwa hal ini termasuk permasalahan khilafiyah. Sehingga tidak seharusnya fanatik dengan satu pendapat yang masih diperselisihkan. Barangsiapa yang melaksanakan shalat tahiyat masjid sebelum dirinya duduk sedangkan imam dalam keadaan berkhutbah maka ia tidaklah berdosa, demikian barangsiapa yang masuk masjid lalu duduk dan tidak melaksanakan shalat tahiyat masjid maka ia juga tidak berdosa dan barangsiapa yang duduk tidak melaksanakan shalat kemudian dia bangun lalu melaksanakan shalat tahiyat masjid disaat imam berkhutbah diakarenakan dia termasuk orang yang tidak mengetahuinya tentang itu maka hendaklah diberitahu dengan penuh kelembutan tidak dengan kekerasan. (Fatawa al Azhar juz VIII hal 496)
Pelaksanaan shalat jum’at terdiri dari dua khutbah dan dua rakaat shalat. Pelaksanaan dua khutbah dalam shalat jum’at didasari pada kebiasaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, demikian menurut pendapat para ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali.
Wallahu A’lam (em)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar