Samakah syirkah dengan membeli saham di bursa efek? (dari Ita Rumah makan Padang 0856 XXX)
Jawaban:
Syirkah baik kategori uqud (mudharabah, ‘inan, abdan) maupun kategori amlak adalah aqad dua pihak secara langsung (فِيْ الْحَالِ) dan real time alias saat itu juga untuk melakukan suatu bentuk muamalah dengan tujuan meraih keuntungan. Bagi mudharib (pengelola) dalam syirkah mudharabah maupun pelaku syirkah abdan maka syirkah menjadi sebab kepemilikan harta, sedangkan bagi rabbul maal (investor) dalam syirkah mudharabah maupun pelaku syirkah ‘inan maka syirkah menjadi arena pengembangan harta yang telah dimiliki sebelumnya.
Demikian realitas syirkah dalam Islam, tentu saja berbeda secara mendasar bahkan diametral dengan fakta perseroan terbatas (PT alias اَلشِّرْكَةُ الْمُسَاهَمَةُ) baik yang masih murni limited corporation maupun yang sudah go public menjadi PT yang telah berlabel Tbk (terbuka). Ketika sebuah PT telah listed yakni terdaftar di Bursa Saham (Stock Market), maka maksimal 25 persen dari aset perusahaannya telah dikonversikan menjadi sekian juta bahkan mungkin ratusan juta lembar saham yang langsung terlibat dalam transaksi jual-beli saham di lantai bursa.
Setiap orang maupun badan dipersilahkan untuk memilikinya dengan cara membelinya baik secara langsung maupun melalui pialang. Dengan kata lain, setiap orang atau badan yang membeli saham dari perusahaan/PT A, misalnya maka secara otomatis dia atau badan itu berposisi sebagai investor bagi PT A, tanpa melahirkan konsekuensi apa pun bagi para investor sebelumnya termasuk sebelum PT A listed yakni terdaftar di Bursa Saham. Artinya, antara investor tidak langsung yakni para pemegang saham PT A dengan investor langsung PT A yang telah sejak awal menempati posisinya, adalah sama saja yakni sama-sama investor.
Perbedaan yang masih mungkin ada di antara mereka adalah dari sisi hak suara dalam penetapan keputusan saat dilakukan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Demikian juga ketika para pemegang saham yang membeli saham PT A di lantai bursa memutuskan untuk menjual atau melepas saham PT A tersebut alias tidak lagi menjadi investor PT A, maka hal itu sama sekali tidak menganggu eksistensi PT A yakni PT A tetap masih sangat bisa melanjutkan operasionalnya. Paling jika pun kepergian para pemegang saham itu mengganggu, maka itu hanya dari sisi penerimaan fresh money bagi PT A dari pembeli saham di lantai bursa, atau harga saham PT A menjadi jatuh karena banyak dilepas para investor.
Jadi, jelas berbeda berbeda mendasar dan diametral antara syirkah dalam Islam dengan membeli saham di bursa efek. [Ust. Ir. Abdul Halim/min]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar