Pasar Wisata di Pasar Bawah, Pekanbaru, telah lama menjadi pusat jual-beli beraneka ragam suvenir khas Riau. Tak hanya oleh-oleh dari daerah setempat, di pasar ini juga tersedia produk impor, yang sebagian besar didatangkan dari Malaysia.
Beberapa suvenir dan oleh-oleh tersebut, seperti kain songket malaysia, kain satin melayu, dompet, gelang, dan kaos. Beragam makanan khas Riau, seperti lempo durian dan kue bangkit serta makanan khas Melayu seperti karupuak sanjai dan kacang campur juga ada di sini.
Pasar Wisata ini terletak di Jalan Saleh Abbas, Pekanbaru, Riau. Sentra ini memang menjadi referensi utama bagi para wisatawan untuk mencari buah tangan. Selain produk yang dijual di tempat ini lumayan lengkap, harganya pun lebih miring.
Sentra ini berada dalam satu gedung yang terdiri dari empat lantai. Tapi, hanya dua lantai yang relatif terpakai sebagai tempat berjualan suvenir. Sedangkan dua lantai di atasnya masih belum banyak ditempati pedagang.
Lantai satu diisi oleh mayoritas penjual makanan ringan khas Riau dan makanan impor. Ada juga pedagang berbagai suvenir aksesori wanita yang berbahan baku batu-batuan. Sementara, pedagang di lantai dua umumnya banyak menjual pakaian jadi, tas, mug, kaos hasil sablonan khas Riau, dan suvenir lainnya.
Jika pengunjung sedang sepi, mudah saja Anda melenggang di gang-gang sempit antara satu kios dengan kios lainnya. Tapi, jangan cepat naik darah jika pengunjung sedang membludak. Anda harus bersedia memberi jalan bagi pengunjung lainnya agar lewat lebih dahulu, sehingga arus pergerakan tak tersendat.
Melakukan aktivitas tawar-menawar adalah hal yang lumrah di sini. Justru inilah salah satu kelebihan dan keunikan sentra ini dibandingkan membeli suvenir di toko oleh-oleh di lokasi lain.
M. Yunus, penjual oleh-oleh makanan di Toko Sabar, mengatakan, dia lebih banyak menjual makanan impor daripada makanan khas Riau. Komposisinya 90% produk impor dan 10% produk lokal. "Biasanya makanan impor yang saya jual berasal dari Malaysia, Singapura, Thailand, dan Italia," katanya.
Begitu pula dengan Arman, penjual kain di Toko Jinewa Tekstil. Dia mengatakan, sebagian besar kain yang dijajakannya di Toko Jinewa berasal dari Malaysia. Beberapa di antaranya adalah baju kurung dan songket asal negeri jiran itu. "Beberapa suvenir seperti dompet juga berasal dari sana," imbuh Arman.
Yunus menceritakan, sentra suvenir Pasar Wisata ini sudah berdiri sejak enam tahun lalu. Semula, para pedagang suvenir di tempat ini berjualan di pasar tradisional, yang letaknya di bawah sentra ini. Karena dirasa kurang nyaman, akhirnya Pemerintah Kota Pekanbaru merelokasi para pedagang suvenir ini ke sentra suvenir yang sekarang ini ditempati.
Total kios di sentra ini ada sekitar 200 unit kios. Ukuran kios relatif sama, yakni sekitar 3x4 meter. Tidak ada pembatas khusus yang membatasi kios yang satu dengan kios sebelahnya. Hanya perbedaan produk yang dijual antara satu sama lain yang menjadi pembatas kios. "Harga sewanya sekitar Rp 30 juta per tahun," kata M. Yunus.
Mengambil margin tipis
Sentra suvenir di Pasar Wisata, Pasar Bawah, Pekanbaru, memang tak semewah sentra perdagangan yang menjamur di berbagai sudut kota besar seperti Jakarta. Sentra suvenir di sini cukup sederhana, namun tetap nyaman untuk disambangi pelancong.
Meskipun terlihat penuh sesak, letak deretan satu toko dengan toko sebelahnya sangat teratur. Salah seorang pedagang suvenir di sentra ini adalah Aznul Mulyadi, pemilik usaha suvenir berbendera Sera U&Me. Sejak tahun 2007, selain membuka kios, dia membuka sebuah konter dengan menempati ruang kosong di depan eskalator lantai dua. Beberapa produk hasil sablonan khas Riau tersusun rapi di etalase kaca setinggi dada orang dewasa. "Kami menjual mug, gantungan kunci, pin dan kaos yang semua disablon gambar bertema Riau," ujarnya.
Aznul menjual kaos sekitar Rp 35.000-Rp 45.000 per potong. Sedangkan mug dijual Rp 25.000. Lalu, gantungan kunci dan pin dibandrol mulai dari Rp 5.000-Rp 10.000 per satuan. Harga tersebut masih bisa dikurangi jika konsumen membeli dalam jumlah banyak. Biasanya, Aznul memberikan potongan harga sekitar 5% jika membeli grosiran untuk dijual kembali.
Kini, dia sudah memiliki sekitar empat kios dan dua konter suvenir sablonan Riau di Pasar Bawah. Dari satu kios, dia bisa meraup omzet sekitar Rp 60 juta per bulan. Sementara pendapatan dari konter sekitar Rp 40 juta. Semua desain sablonan suvenir yang dijual Aznul adalah hasil karyanya sendiri. Proses produksinya di Bandung, Jawa Barat. Sekali dua pekan dia memesan sekitar 1.000 unit produk suvenir. Semua produk asli buatan lokal. "Khususnya kami menjual kaos. Suvenir hanya pelengkap," imbuhnya.
Lain halnya dengan M. Yunus. Ia malah lebih banyak menjual makanan ringan impor daripada makanan lokal Riau. Pasalnya, pengunjung hanya mencari camilan lokal yang benar-benar khas Riau, seperti lempo durian. "Biskuit dan kacang-kacangan kebanyakan dari Malaysia dan Thailand," ujarnya.
Harga jual lempo durian yang dijual Yunus bervariasi, mulai Rp 10.000 hingga Rp 50.000 per bungkus. Harga camilan kacang-kacangan sekitar Rp 10.000-Rp 100.000 per bungkus. "Kami cuma ambil untung Rp 1.500 untuk setiap camilan," katanya.
Omzetnya sekitar Rp 20 juta per bulan. Saat ini, dia memiliki tujuh kios di sentra suvenir ini. Yunus memiliki lima langganan distributor di Pekanbaru, yang siap memasok beragam camilan dari berbagai negara ke kiosnya. Pedagang lain di sentra ini adalah Arman, penjual kain di Toko Jinewa Tekstil. Dia bilang, konsumen lebih banyak mencari baju kurung atau kain songket Malaysia.
Dalam sehari, dia mampu menjual 100 helai kain. Dengan penjualan sebanyak itu, Arman meraup omzet sekitar Rp 120 juta per bulan. "Marginnya sekitar Rp 10.000 per lembar," ungkapnya.
Musim Liburan Tiba, Omzet Bertambah
Sebagai sentra penjualan suvenir yang sudah kondang di seantero Riau, Pasar Wisata di Jalan Saleh Abbas, tidak pernah sepi pengunjung. Bahkan, pengunjung di sentra ini tak hanya datang dari daerah sekitar Riau. Tapi juga dari Bengkulu, Sumatera Barat, Jakarta dan beberapa daerah lain di Pulau Jawa.
Setiap hari, sentra suvenir Pasar Wisata buka sejak pukul delapan pagi hingga pukul enam sore. Status kepemilikan kios di sentra ini ada yang dipunyai sendiri dan sewa. Contohnya, satu kios dan empat konter milik Aznul Mulyadi, pemilik usaha suvenir Sera U&Me, semuanya dalam status sewa.
Dia menyewa satu konter dengan harga sewa Rp 1,3 juta per bulan. Sedangkan, harga sewa kios mencapai Rp 2 juta per bulan. Berbeda dengan M. Yunus, pedagang camilan di Toko Sabar, yang sudah memiliki kios sendiri. "Enam tahun lalu saya membeli kios seharga Rp 70 juta," katanya.
Kendati status kepemilikan kios berbeda, para perdagang suvenir di sentra ini tetap bersemangat menjalankan usahanya. Akhir pekan dan masa liburan sekolah adalah momen yang paling mereka tunggu-tunggu. Sebab, di masa inilah jumlah pengunjung membludak. Dus, pendapatan mereka pun otomatis turut meningkat.
M. Yunus menuturkan, jika di bulan biasa rata-rata omzet tokonya sekitar Rp 20 juta per bulan, maka di akhir pekan dan liburan sekolah bisa melonjak 50% menjadi Rp 30 juta per bulan. "Bahkan, ketika jelang Lebaran, omzet saya bisa naik lebih dari 100%," katanya.
Aznul juga meraup berkah di musim ramai pengunjung itu. Penjualan kaos sablonan bertema Riau naik berkali-kali lipat di musim libur. Jika biasanya dia hanya mampu menjual sekitar 1.000 lembar kaos per bulan, maka di saat liburan sekolah dia bisa menjual 3.000 kaos.
Omzet Asnul akan semakin besar jika di sekitar Pasar Wisata tengah berlangsung acara khusus yang digelar pemerintah daerah atau organisasi politik. Contohnya, acara Musyawarah Nasional yang digelar salah satu partai politik di Pekanbaru awal Juli lalu. Acara itu membawa berkah bagi para pedagang suvenir di sentra ini. Omzet Aznul misalnya, bisa sampai Rp 200 juta untuk satu kios.
Pendapatan para pedagang di sentra ini tidak hanya berasal dari penjualan ritel. Suvenir kaos sablonan bertema Riau milik Azrul, misalnya, juga dapat diperoleh di salah satu kios di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. "Penjualan suvenir di bandara harganya tentu lebih mahal dibandingkan di sentra," katanya.
Sementara M.Yunus memiliki beberapa pelanggan di luar kota. Setiap dua atau tiga bulan sekali, dia mengirimkan sekitar 15 bungkus teh tarik ke Bandung. Belum lama ini ia mendapat pelanggan baru untuk mengirimkan jelly ke Sumatera Barat.
Yunus bilang, mendapatkan pelanggan setia tidak mudah. Sebelum menjadi pelanggan setia, si konsumen tadi adalah pembeli oleh-oleh di kiosnya. "Jadi, pelayanan yang maksimal adalah kunci untuk mendapatkan pelanggan setia," imbuhnya.
Sekadar saran, agar bisa maksimal memilih produk berkualitas baik, jangan datang terlalu sore ke sentra ini. Sebab, jika sinar matahari sudah redup, akan mempengaruhi penilaian dalam memilih produk yang bagus.
Sementara itu, pengerajin kecil dan menegah kota Pekanbaru memiliki ragam hasil kerajinan dan souvenir. Hasil kerajinan industri kecil dan rumahan itu berupa kain songket khas melayu, makanan melayu, souvenir, rotan dan berbagai kerajinan lainnya.Guna menampung hasil kerajinan yang unik tersebut, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru sekitar tiga tahun silam sudah mendirikan sebuah galeri pengrajin kecil yang diberi nama Pekanbaru Malay.
Pekanbaru Malay yang berlokasi di Jl Sudirman Pekanbaru itu kini sudah menyediakan beraneka hasil kerajinan dan souvenir. Mulai dari kerajinan khas melayu seperti kain songket, kain tenunan, rotan, batik Riau, kue lempuk, madu, dan berbagai oleh-oleh khas Riau lainnya. Ditempat ini para pengrajin bebas menjajakan hasil kerajinannya tanpa di pungut biaya oleh Disperindag Kota. Kurangnya promosi dan sosialisasi menjadikan tempat ini sepi dari pengunjung. Padahal tempat ini mulai dikenal oleh para tamu yang berasal dari luar kota Pekanbaru. (fn/knt/zdt) www.suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar