oleh Fathuddin Ja'far
Sesungguhnya Al-Qur’an itu mukjizat yang tak terkalahkan sampai akhir zaman. Salah satu bukti kemukjizatan Al-Qur’an ialah menciptakan sebuah sistem ibadah Ramadhan menjadi ibadah yang penuh mukjizat. Al-Qur’an merancang mukjizat ibadah Ramadhan sedemikian rupa sehingga dirasakan mukjizatnya dalam semua sisi kehidupan; sisi ruhiyah (keimanan), sisi intelektualitas (keilmuan), sisi ubudiyah dan ketaatan, sisi kesehatan fisik dan psikis, sisi akhlak , keberkahan hidup, dan sebagainya. Wajar jika target ibadah Ramadhan itu sangat luar biasa, yakni pembentukan karakter taqwa orang-orang beriman. Sebuah posisi dan kedudukan yang paling tinggi dan mulia di sisi Allah.
Secara waktu pelaksanaan, ibadah Ramadhan sangatlah istimewa; sebulan penuh serta siang dan malam. Artinya, kalau kita menjalankan ibadah Ramadhan dengan baik dan maksimal, maka seperduabelas dari umur kita adalah ibadah Ramadhan. Inilah ibadah dan pelatihan hidup (life management) terpanjang dalam hidup kita, jika saja kita berhasil memanfaatkannya dengan baik dan maksimal pasti melahirkan karakter taqwa. Di siang hari kita melakukan shiyam (memenej syahwat) dan di malamnya kita dilatih Qiyam (memenej ibadah). Selama 24 jam dalam sehari semalam kita berada dalam ketaatan (manajemen syahwat dan manajemen ibadah) pada Allah dan berlanjut selama satu bulan penuh.
Untuk menggali mukjizat ibadah Ramadhan, kita perlu merujuk kepada ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasul Saw. terkait ibadah Ramadhan. Terdapat dua kata kunci yang akan membantu kita untuk memahami mukjizat ibadah Ramadhan. Pertama, kata shiyam’ yang artinya menahan dan mengendalikan diri atau syahwat atau manajemen syahwat. Kedua adalah kata ‘qiyam’, artinya tegak lurus berdiri untuk beribadah hanya kepada Allah Ta’ala.
Imam Bukhari dalam kitab Shahehnya meriwayatkan, bersabda Rasul Saw :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa yang shaum (melakukan puasa/manajemen syahwat) di bulan Ramadhan didasari iman (keyakinan penuh pada Allah) dan ihtisab (tujuannya hanya mencari ridha Allah), maka diampunkan dosanya yang lalu.
Imam Muslim dalam kitab Shahehnya meriwayatkan dengan redaksi sedikit berbeda. Bersabda Rasul Saw. :
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa yang melakukan Qiyam (tegak berdiri beribadah di malam) bulan Ramadhan didasari iman (keyakinan penuh pada Allah) dan ihtisab (tujuannya hanya mencari ridha Allah), maka diampunkan dosanya yang lalu.
Dari dua Hadits di atas, dapat kita pahami bahwa kata kunci dahsyatnya sistem ibadah Ramadhan dalam pembentukan karakter taqwa terletak pada dua kata ; Shiyam dan Qiyam. Menariknya lagi, Shiyam itu harus dilaksanakan di siang hari; sejak dari terbit fajar sampai tenggelam mata hari. Sedangkan Qiyam itu dilakukan di malam hari; sejak selesai shalat isya’ sampai menjelang waktu subuh. Kalaulah Shiyam itu dilakukan di malam hari sedangkan Qiyam dilakukan pada siang hari, tentulah ibadah Ramadhan tersebut tidak menjadi istimewa dan tidak akan bernilai mukjizat bagi yang melaksanakannya.
Mukjizat Shiyam
Shiyam adalah menahan diri dari berbagai hal yang membatalkannya, seperti makan, minum, berhubungan suami isteri dan sebagainya, sejak terbit fajar sampai tenggelam matahari. Pertanyaannya kemudian ialah, mengapa semua yang dihalalkan di luar bulan Ramadhan diharamkan pada siang hari Ramadhan seperti makan, munum, berhubungan suami isteri dan sebagainya? Dapat kita petik hikmahnya, bahwa hakikat Shiyam yang kita lakukan selama sebulan Ramadhan itu merupakan pelatihan manajemen syahwat agar terbiasa mengendalikan atau memenej syahwat yang bersemayam dalam diri kita.
Ada dua hal penting terkait manajemen syahwat dalam ibadah Shiyam. Pertama, terkait dengan pengendalian syahwat yang halal, seperti makan, minum, seks dan sebagainya. Karena Shiyam itu melatih orang yang menjalankannya untuk meraih derajat taqwa yang merupakan derajat tertinggi di sisi Allah [QS. Al-Hujurat (49) : 13]. Untuk meraih ketaqwaan itu sangat erat kaitannya dengan kemampuan memenej syahwat yang halal, bukan syahwat yang haram. Syahwat yag haram itu kalau dilakukan merupakan bukti cacatnya keimanan. Sudah pasti orang yang cacat imannya tidak mungkin mencapai derajat taqwa kecuali ia melakukan taubat nashuhah.
Fakta membuktikan, bagi yang tidak terbiasa memenej syahwat yang halal, akan sangat sulit, dan mungkin mustahil baginya untuk memenej syahwat yang haram, karena syahwat yang haram itu lebih terasa nikmat, lebih mudah, lebih banyak dan lebih kuat dorongan untuk melakukannya. Contoh sederhananya ialah seorang koruptor. Ia korupsi bukan karena ia tidak dapat gaji atau bukan karena tidak bisa makan dan minum. Akan tetapi ada dorongan syahwat haramnya untuk melakukan kejahatan korupsi itu. Karena tidak terbiasa memenej syahwat yang halal, maka ia dengan mudah terdorong dan tertipu oleh syahwat haramnya sehingga ia melakukannya. Apalagi di antara karakter syahwat itu adalah amat rakus dan tidak realistik. Sebab itu kita lihat para koruptor tak sedikit yang melakukan korupsi dengan nilai jauh melebihi kebutuhan makan dan minum mereka, dan bahkan ada yang korupsi memcukupi keperluan hidupnya 1000 tahun lebih.
Kedua, ibadah Shiyam memfokuskan pada manajemen tiga induk syahwat yang sudah built in dalam diri manusia, yakni syahwat makan, syahwat minum dan syahwat kemaluan (seks). Ketiga induk syahwat ini mendapatkan perhatian pengendalian yang ketat dalam ibadah Shiyam, setelah itu baru syahwat-syahwat yang lain, seperti syahwat mata, syahwat telinga, syahwat lidah, syahwat kesombongan/ego, syahwat kekuasaan dan seterusnya.
Kenapa ketiga syahwat tersebut menjadi fokus utama ibadah Shiyam? Jawabannya tak lain adalah bahwa bila seorang Muslim tidak mampu dan tidak terbiasa memenej ketiga syahwat tersebut dalam kondisi halal, maka ia dengan mudah terjerumus ke dalam lembah syahwat haram. Awalnya bermula dari tidak mampu mengendalikan syahwat makan dan minum yang halal. Kemudian terjerumus memakan dan meminum yang tidak halal atau yang haram, baik jenisnya seperti khamar, babi dan sebagainya, maupun cara mendapatkannya yang tidak halal, seperti dengan risywah (sogok-menyogok), riba, korupsi dan sebagainya. Kalau isi perut seseorang itu dari makanan dan minuman yang haram, maka gejolak syahwat kemaluannya semakin tak terkendali sehingga ia mengalami kesulitan untuk mengendalikan syahwat kemaluannya. Ketiga syahwat tersebut saling terikat. Sebab itu, ketiganya menjadi fokus utama Shiyam dalam mememenejnya.
Korupsi misalnya, bukan dilakukan oleh orang yang tidak punya uang untuk membeli makanan dan minuman. Akan tetapi dilakukan oleh orang yang bergaji besar dan berpenghasilan cukup dan bahkan banyak yang penghasilannya berlebih. Perselingkuhan juga bukan hanya dilakukan oleh lelaki dan wanita yang lajang, akan tetapi juga dilakukan oleh mereka yang sudah punya pasangan suami isteri yang halal.
Karena itu, syahwat makan, minum dan seks itu harus mampu dimemenej dengan baik dalam kondisi dan sitauasi yang halal. Kalau tidak, ketiga syahwat tersebut akan mendorong seseorang untuk mendapatkannya dengan segala cara, tanpa mengenal halal dan haram. Makanan dan minuman yang dikonsumsinya dari yang diharamkan Allah itu akan bereaksi negatif dan mempengaruhi hati, pikiran dan prilaku pelakunya, siapapun ia, apakah orang biasa maupun seorang alim atau abid (ahli ibadah). Dorongan negatifnya tidak hanya sebatas makan dan minum yang haram, tapi melebar kepada penyimpangan moral seperti zina dan sejenisnya.
Apabila makanan dan minuman yang haram atau syubhat yang dikonsumsi itu bereaksi, maka tidak akan ada manfaat ilmu, iman dan akhlak yang dimiliki sebelumnya. Akhirnya semua yang diharamkan dan yang dimurkai Allah bisa dilakukan dengan mudah tanpa berfikir panjang, karena demikianlah tipe dan karakter orang yang sedang dikendalikan, dimabuk dan diperbudak syahwat haram.
Orang yang dimabuk dan diperbudak syahwat itu dengan mudah melakukan maksiat atau dosa-dosa besar seperti berzina, minum khamar, korupsi, mendatangi dukun dan para peramal, dan bahkan dengan enteng menolak hukum dan peraturan Allah dan Rasul-Nya, baik secara terus terang maupun dengan berbalut baju Islam dan kebaikan. Agama Allahpun diperjualbelikan untuk kepentingan syahwat dunia yang tidak seberapa, tanpa takut sedikitpun akan ancaman Allah. Bahkan akhirat yang sangat luar biasa ditukar dengan dunia yang sedikit dan hina (QS. Al-Baqarah (2) : 85-86).
Walhasil, orang seperti itu hatinya keras dan sakit. Pikirannya kacau dan tidak terang lagi. Perasaannya kalut, gelisah dan tidak mendapat ketenangan hidup. Kalau tidak dilakukan perbaikan dan pengobatan terhadap hatinya (tazkiyatunnafs), maka prilakunya bisa rusak total kendati masih terlihat baju keislamannya. Benarlah apa yang disabdakan Rasul Saw, seperti yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahehnya :
إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan di antara keduanya ada yang syubhat di mana tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka siapa yang terpelihara dari yang syubhat itu maka selamatlah agama dan harga dirinya. Siapa yang terjatuh ke dalam yang syubhat itu maka ia terjatuh ke dalam yang haram. Persis seperti pengembala yang mengembala di sekitar pagar (kebun orang lain), maka sulitlah dipastikan (binatang ternaknya) tidak terjatuh (memakan rumput yang ada di kebun orang lain). Ingatlah, bahwa setiap raja itu memiliki batas (teritorial)nya dan ingatlah, batas (terotorial) Allah itu apa yang diharamkan-Nya. Dan ingatlah, di dalam setiap tubuh (manusia) itu ada seperti daging yang digigit. Bila daging tersebut baik maka semua anggota tubuhnya akan baik dan bila daging tersebut buruk , maka semua anggota tubuhnya akan jadi buruk pula. Itulah jantung (hati nurani). (HR. Imam Muslim).
Sebab itu, Shiyam adalah solusi terbaik untuk pengendalian syahwat seperti yang disabdakan Rasul Saw :
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda! Siapa di antara kalian yang sudah memiliki kemampuan, hendaklah ia menikah karena sesungguhnya menikah itu merupakan cara terbaik untuk bisa menundukkan pandangan dan cara terbaik untuk memelihara kemaluan. Dan siapa yang belum memiliki kemampuan maka hendaklan ia perbanyak shaum, karena sesungguhnya manfaat shaum itu baginya adalah pemecah syahwat. (HR. Imam Muslim)
(bersambung/em)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar