Bulan Ramadhan adalah bulan kedermawanan dan maaf. Bulan yang lebih bernilai dari apa pun yang bernilai.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di waktu malam untuk mengampuni hamba-Nya yang berdosa di waktu siang, dan Dia membentangkan tangan-Nya di waktu siang untuk mengampuni hamba-Nya yang berdosa di waktu malam, sampai matahari terbit dari Barat.”
Ampunan Allah jauh lebih banyak, meski kesalahan dan dosa kita sungguh merebak. Rahmat-Nya jauh lebih melimpah, kendati kekhilafan kita membuncah. Maha Suci Allah yang telah memberi berbagai karunia, padahal kita selalu salah. Allah berfirman:
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Ali Imran: 135)
Manusia kerap mengulangi dosa yang pernah dilakukan. Mereka kadang lupa dan bahkan tak jera melakukan dosa. Namun betapa ruginya jika manusia bersalah, berdosa, dan mengakuinya, akan tetapi tidak meminta ampun kepada Allah. Padahal Allah Maha Mengampuni dosa-dosa mereka. Rasulullah bersabda, “Sungguh hina orang yang dikunjungi Ramadhan tetapi tidak diampuni dosanya.”
Jelas, bulan ini adalah kesempatan yang mungkin tak terulang lagi, jarang bertandang. Maka mengapa kita tidak bersungguh-sungguh dan berhasrat untuk memanfaatkannya dengan sebaik mungkin? Semua dosa setahun insya Allah akan terhapus jika kita berinteraksi dengan baik bersama Allah di bulan Ramadhan.
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah SWT berfirman, “Wahai hamba-hambaKu, sungguh kalian berbuat dosa sepanjang malam dan siang, dan Aku ampuni semua dosa. Maka mohonlah ampunan kepada-ku, niscaya Aku ampuni.”
…Berdosa sudah menjadi tabiat manusia. Wahai orang-orang yang berpuasa, sungguh bulan ini adalah kesempatan bagi kita semua untuk bertaubat secara tulus…
Berdosa sudah menjadi tabiat manusia. Akan tetapi di antara mereka ada yang bertaubat, lalu menjauhi maksiat secara total dan memohon ampunan kepada Allah. Tetapi ada juga manusia yang tetap berkubang dosa, bahkan makin menggila dalam kemaksiatan. Dialah orang merugi yang tidak dibukakan pintu hidayah.
Wahai orang-orang yang berpuasa, sungguh bulan ini adalah kesempatan bagi kita semua untuk bertaubat secara tulus. Hari-hari di bulan Ramadhan tak ubahnya hari-hari pembagian rampasan perang. Mengapa kita tidak bersegera mengambil kesempatan dan rampasan perang ini? Jangan sampai Ramadhan berlalu, namun di hati kita masih terasa ada yang mengganjal. Betapa banyaknya manusia yang berpuasa bersama kita pada Ramadhan tahun lalu, kemudian mereka kembali ke rahmatullah.
Di antara ciri diterimanya ibadah puasa adalah sungguh-sungguh dalam bertaubat, berhasrat benar untuk tidak kembali berbuat maksiat. Jika demikian, Allah pun tak segan untuk memberikan ampunan-Nya. Dia berfirman:
“Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Asy-Syuraa: 25)
Ya, intinya adalah bertaubat dan menyesali segala kemaksiatan yang telah dilakukan. Tidak hanya melakukan kebaikan dan meninggalkan maksiat pada bulan Ramadhan saja. Sebagian orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, keadaannya istiqamah, perilakunya baik, ibadahnya rajin. Manakala Ramadhan telah berlalu, dia kembali ke keadaan semula, dia merusakkan apa yang telah diperbaikinya pada bulan Ramadhan. Allah dengan tegas melarang sikap demikian. Dia berfirman:
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.” (An-Nahl: 92).
…Di antara ciri diterimanya ibadah puasa adalah sungguh-sungguh dalam bertaubat, berhasrat benar untuk tidak kembali berbuat maksiat…
Apabila Ramadhan telah berlalu, Para salafus-shalih menangis karena harus berpisah dengannya. Mereka menyayangkan kepergiannya, menyesali kepindahannya. Hal itu disebabkan banyaknya amal saleh yang mereka lakukan, dikarenakan kesucian hati mereka. Semoga kita bisa memanfaatkan hari-hari Ramadhan yang tersisa. Ya Rabb! [ganna pryadha/voa-islam.com]
Dialihbahasakan dari buku Tsalatsuna Darsan li Ash-Sha‘imin, karya Syaikh ‘Aidh Abdullah Al-Qarni. (voai)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar