Kemudian kita melihat bagaimana Pemerintah Iraq telah diubah dan dibuat agar terlihat lebih religius dan ulama Syiah masuk dan mengendalikan Pemerintah. Pemerintah baru Iraq kemudian menjadi populer di kalangan Syiah di Iraq dan orang-orang kemudian tertarik bergabung dengan "Tentara Nasional Iraq."
Dalam rangka mendorong lebih banyak orang untuk bergabung dengan Tentara Nasional, AS dan Pemerintah baru Iraq menghajar daerah sipil, membunuh laki-laki, perempuan dan anak-anak, dan kemudian menyalahkan "pemberontak" Sunni. Jangan heran, jika sekarang banyak ulama Sunni yang digantung di Iraq—sesuatu yang pada zaman Saddam Hussein hanya terjadi di negara tetangganya, Iran.
Para ulama Syiah seperti "Ayatullah” Ali Sistani dan bahkan Pemerintah Iran mengulangi kebohongan Amerika dan Pemerintah baru Iraq, menuduh apa yang disebut "ekstrimis Sunni" atas serangan terhadap berbagai masjid dan sekolah.
Sistani bahkan menyeru kepada pengikutnya agar bergabung dengan Tentara Nasional untuk melawan "teroris"—yang di kemudian hari berubah menjadi arena balas dendam Syiah kepada kaum Sunni.
Tapi walau sedikit dan perlahan, kaum Sunni Iraq juga tidak tinggal diam. Mereka berhasil mengambil alih beberapa lokasi utama di Iraq, termasuk Fallujah.
Para konspirator ingin benar-benar menghancurkan "kelompok perlawanan Sunni" dan mereka tidak mau mengambil risiko sehingga mereka membom Fallujah dan daerah lainnya yang dikuasai oleh kelompok-kelompok perlawanan Sunni tanpa belas kasihan.
Mereka bahkan menggunakan bom kimia ilegal termasuk Fosfor Putih. Bom ini membunuh seluruh masyarakat dan sepenuhnya menghancurkan beberapa daerah. Ribuan warga sipil Sunni tewas dalam pemboman yang dimaksudkan untuk benar-benar menghabisi perlawanan Sunni dan melapangkan jalan untuk "tentara Mahdi Moqtada al-Sadr."
Tapi bukannya musnah, para pejuang Sunni bergerak di bawah tanah, seperti yang dijelaskan oleh pemimpin ar Jaysh-Raashideen (salah satu kelompok perjuangan). Dia menyatakan bahwa setelah banyak diserang, kaum pejuang justru menjadi lebih kuat, dan musuh mereka sulit menemukan mereka karena tidak mengetahui keberadaan mereka, sementara kelompok pejuang itu tahu di mana Amerika berada.
Perlawanan Sunni terus berlanjut dan Sadr dipaksa untuk mengatakan kepada pasukannya untuk menghentikan memerangi Amerika, dan inilah sebabnya: jika kita mempelajari semua hal yang dilakukan oelh Moqtada al-Sadr, kita akan melihat bahwa ia telah terus-menerus berseru kepada pengikutnya untuk berhenti melawan pendudukan asing. Setiap kali pasukannya masuk ke dalam pertempuran dengan Amerika atau Inggris atau Pemerintah, ia segera meminta gencatan senjata.
Sebagian besar pengikutnya tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dia benar-benar mengatakan kepada mereka untuk menghentikan pertempuran karena ia ingin Amerika untuk menyingkirkan perlawanan Sunni dahulu.
Namun itu tidak cukup baginya untuk meyakinkan para pengikutnya untuk tidak melawan pendudukan. Moqtada al-Sadr bahkan menyerukan sesuatu yang lebih “gila” lagi yaitu membantu pendudukan! Kali ini dengan 'cover' (kedok) besar memerangi Al-Qaidah. Karena sekarang ini Pemerintah Iraq diserahkan kepada golongan Syiah, sehingga Sadr bisa mengklaim bahwa ia membela "Muslim" dari "Nasibis" ("Nasibi" adalah istilah yang digunakan kaum Syiah melawan Sunni kapan saja mereka ingin memerangi mereka).
"Tentara Mahdi" Moqtada al-Sadr kemudian bekerja sama dengan Tentara Nasional Iraq, melawan kelompok perlawanan Sunni! Mereka bahkan melindungi pasukan Inggris di Basrah seperti yang dilaporkan oleh Peter Oborne dalam film dokumenternya—Iraq Reckoning.
BERSAMBUNG
(sa/Islamic awakening/em)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar