Pada hari kelima, setelah melaksanakan sholat shubuh, salah seorang panglima, Yazid bin Abi Sufyan, mengendarai kudanya untuk berbicara dengan penduduk Yerusalem. Ia mengeluarkan pedang dari sarungnya dan mendekati dinding benteng. Ia diiringi seorang penerjemah.
Kepada penerjemah Yazid berkata, ”Katakan kepada mereka, bahwa para pemimpin Arab menyeru kepada kalian semua: ”Agar kalian menyambut seruan untuk masuk Islam dan untuk menyatakan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Dengan pernyataaan itu, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian yang terdahulu dan dengan demikian kalian dapat menyelamatkan jiwa kalian. Kalau kalian menolak dan tidak mau mengikuti seruan ini, maka berdamailah dengan kami atas nama kota kalian, sebagaimana yang dilakukan orang-orang selain kalian, yang lebih kuat dari kalian. Kalau kalian menolak kedua tawaran ini, maka kalian akan hancur binasa dan neraka akan menjadi tempat tinggal kalian.”
Si penerjemah maju ke depan dan menyeru kepada mereka, ”Panglima ini menyeru kalian untuk memilih salah satu di antara tiga tawaran yang diajukan: masuk Islam, membayar jizyah, atau perang.”
Kemudian salah seorang pendeta menjawab, ”Kami tidak akan meninggalkan agama yang mulia ini. Membunuh kami adalah lebih baik bagi kami.”
Setelah perang lebih dipilih daripada tawaran masuk Islam dan membayar Jizyah, maka pasukan Islam menunggu perintah menyerang dari Panglima Besar Abu Ubaidah yang masih dalam perjalanan menuju Yerusalem.
Perintah menyerang pun turun. Pagi hari sebelum memulai penyerangan, saat Shalat Shubuh, Panglima Yazid bin Abi Sufyan membacakan firman Allah:
”yaa qaumid khulul ardhal muqadddasatal latii kataballaahu lakum wa laa tartadduu ’alaa adbaarikum fatanqalibuu khaasiriin.”
[Wahai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan jalanlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.] (TQS. Al-Maidah [5]: 21).
Setelah sholat shubuh, ia berseru, ”Persenjatai diri kalian! Wahai kuda-kuda Allah, Maju!
Pasukan Yerusalem menghujani mereka dengan anak panah.
Hujan panah ini ditangkis pasukan Islam dengan perisai kulit. Pertempuran terjadi dari pagi hingga senja. Pertempuran terus berlangsung pada hari-hari berikutnya.
Pada hari ke-11 Panglima Besar Abu Ubaidah dan pasukannya tiba. Panji-panji pasukan dibawa oleh Salim, pembantunya. Pendeta Xeverinus menaiki dinding persis berada di depan Abu Ubaidah. Salah seorang yang mendampingi pendeta berseru, ”Wahai pasukan muslim! Hentikan serangan, agar kami dapat berbicara kepada kalian dan menjelaskan sejumlah perkara!”
Pasukan Muslim menghentikan serangan. Salah seorang penduduk Yerusalem berbicara kepada pasukan muslim dengan Bahasa Arab yang fasih. ”Kalian lebih mengenal sifat orang yang akan menaklukan kota kami, Yerusalem, dan kami mengenal seluruh negeri yang berada di bawah kekuasaan kami. Kalau kami mendapati sifat-sifati tersebut pada diri panglima kalian, maka kami akan menyerah kepada kalian dan berhenti berperang. Bila tidak, maka kami tidak akan pernah menyerah dan akan terus melanjutkan peperangan.”
Mendengar pemaparan itu, majulah Abu Ubaidah mendekati orang-orang Romawi Bizantium itu.
Pendeta Xeverinus memandangi Abu Ubaidah kemudian berkata, ”Dia bukan orang yang kumaksud.”
Selanjutnya ia melihat ke arah pasukan Yerusalem, dan berseru, ”Bersemangatlah dan berperanglah demi kota, agama dan perempuan-perempuan kalian!”
Xeverinus meninggalkan Abu Ubaidah tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Maka berlanjutlah peperangan dengan dahsyatnya.[min]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar