Pimpinan Yerusalem itu pun menaiki dinding benteng bersama orang-orang Yerusalem.
Salah seorang penduduk Yerusalem berseru, ”Wahai orang-orang Arab! Pemuka Nasrani dan pelaksana hukum-hukumnya datang untuk berbicara dengan kalian. Panggillah pemimpin kalian untuk maju ke depan!”
Abu Ubaidah bersama para panglima, pengawal dan seorang penerjemah berdiri berhadapan dengan pendeta Xeverinus.
Penerjemah dari Yerusalem berkata, ”Apa yang kalian inginkan dari kami atas kota suci ini, sehingga orang yang merencanakan hal ini akan menghadapi kemurkaan Tuhan.”
Abu Ubaidah menjawab, ”Benar, ini adalah kota yang mulia, tempat di mana nabi kami diangkat ke surga. Kami lebih layak menguasai kota ini daripada kalian, dan kami akan memerangi kalian sampai Allah memberikan pertolongan kepada kami untuk menguasai kota ini, sebagaimana pertolongan yang Ia berikan kepada kami untuk menguasai kota-kota lainnya.”
Sang pendeta bertanya, ”Apa yang kalian kenendaki dari kami?”
Abu Ubaidah menjawab, ”Yang pertama, kami menyeru kalian untuk mengakui bahwa tidak Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Bila kalian mengatakan demikian, maka kalian akan mendapatkan hak sebagaimana yang kami miliki dan mempunyai tanggung jawab sebagaimana yang kami miliki.”
Pendeta Xeverinus menjawab, ”Itu adalah pernyataan yang sangat besar. Kami akan menyatakan hal itu, namun kami belum percaya bahwa nabi kalian, yaitu Muhammad, adalah seorang rasul. Pilihan ini tidak akan kami pilih. Apa pilihan kedua?”
Abu Ubaidah menjawab, ”Hendaklah kalian berdamai dengan kami atas nama kota kalian, membayar jizyah, baik secara sukarela maupun terpaksa, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Syam.”
Kemudian Pendeta Xeverinus mengatakan, ”Dinyatakan dalam kitab kami bahwa orang yang akan menaklukkan kota Yerusalem ini adalah seorang sahabat Muhammad yang bernama ’Umar, atau dikenal dengan sebutan al-Faruq, yaitu orang yang mampu membedakan yang haq dan yang bathil.. Dia dikenal sebagai orang yang tegas, yang tidak pernah takut menyalahkan orang lain dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan Allah. Namun, kami tidak melihat orang dengan sifat-sifat seperti itu di antara kalian.”
Mendengar kata-kata tersebut, Abu Ubaidah tersenyum dan berkata, ”Kalau begitu, kami membebaskan kota ini atas kehendak Tuhannya Ka’bah.”
Kemudian Abu Ubaidah mendekati Xeverinus dan bertanya, ”Dapatkah engkau mengenali orang itu jika engkau melihatnya?”
Pendeta itu menjawab, ”Tentu saja. Bagaimana mungkin aku keliru, padahal aku sangat mengetahui kemuliaan, kehidupan, dan jasa-jasanya.”
Abu Ubaidah berkata, ”Dia adalah Khalifah kami dan merupakan salah seorang sahabat nabi kami. Aku bersumpah dengan nama Allah atas kata-kataku ini.”
Maka pendeta Xeverinus berkata, ”Kalau memang benar kata-katamu, maka berarti engkau memahami kesungguhan kata-kata kami. Selamatkanlah darah kami dan datangkanlah Khalifah kalian kepada kami. Bila kami melihatnya dan mengenalinya serta dapat memastikan sifat-sifat dan kemuliaannya, kami akan membuka kota ini baginya tanpa sedikitpun kesulitan dan penderitaan. Dan kami akan membayar jizyah.”
Kemudian Abu Ubaidah memerintahkan pasukannya untuk menghentikan pertempuran.
Abu Ubaidah pun menulis surat kepada Amirul Mukminin Umar bin Khaththab, menceritakan jalannya pertempuran, pertemuannya dengan pimpinan Yerusalem dan meminta Khalifah Umar untuk datang ke Yerusalem.
Surat dibawa oleh Maisarah bin Masruq.[min]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar