Keputusan untuk memperkenalkan Dinar dan Dirham sebagai mata uang barter baru di negeri ini telah menyebabkan kegemparan internasional. Sementara Eropa masih agak lumpuh karena mencari jalan keluar dari dilema keuangan yang irasional, tetapi kenyataan sebenarnya hanya terus mencetak lebih banyak uang lagi; sementara negara kecil ini berani menghadapinya.
Sensasi itu telah cepat menyebar: Di tengah krisis keuangan historis dan banjir uang kertas terbesar dalam sejarah manusia, Kelantan yang kecil dengan penduduk sekitar dua juta orang, telah mengingatkan kita semua pada tradisi lama yang sangat anti-inflasi. Jika tiba di Kelantan, sebuah billboard besar akan menyambut Anda di bandaranya, "Negara Dinar dan Dirham." Jelas, dinar dan dirham memiliki dasar yang kuat dalam Islam, dan juga menjadi identitas, dan mungkin memiliki lebih dari sekadar efek simbolis dan kebetulan juga, hal ini telah menyebabkan 'gempa' dalam kebijakan keuangan Asia.
Para pemimpin (Kelantan) tidak hanya melihat Dinar sebagai tautan yang mengembalikan tradisi ekonomi Islam fundamental, tetapi lebih sebagai alat yang berguna untuk membentuk masa depan ekonomi rakyat. Rencana ini menjadi sangat populer di kalangan rakyat dan memiliki tujuan yang jelas untuk melindungi rakyat di saat krisis keuangan.
Fakta berbicara sendiri, setiap orang yang memiliki Dinar, dan keberhasilannya dapat dilihat dalam kinerja yang stabil dan positif dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini khususnya devaluasi mata uang kertas, yang mendesak para pemimpin negeri kecil itu untuk bertindak seperti sekarang.
Islam tahu bahwa strategi keuangan tidak hanya berisfat romantisme pada masa lalu, atau bahkan melarikan diri dari modernitas yang usang. Strategi ini sebenarnya berdasarkan efektivitas model keuangan asli Islam: pasar bebas dan uang gratis. Pelaksanaan pemberlakuan Dinar-Dirham ini sangat revolusioner. Bahkan para pekerja, jika mereka menghendaki, menerima seperempat upah mereka dalam emas dan perak, seperti dalam Dinar dan Dirham, dan mereka juga dapat membayar tagihan bulanan listrik dan air dengan itu.
Tetapi juga kewajiban zakat, sekadar mengingatkan tidak dapat dibayarkan dalam mata uang kertas. Para pengusaha di Kelantan bahkan telah secara resmi resmi meluncurkan "Kelantan-Dinar". Dalam hal ini, kita hanya perlu melakukan perkiraan kasar untuk mewujudkan apa artinya jika jutaan umat Islam di Asia sekali lagi membayar zakat mereka dengan menggunakan emas dan perak, atau Dinar-Dirham itu.
Menurut penasihat keuangan pemerintah, Umar Vadillo, arena yang paling penting bagi Dinar hanya pasar di kota-kota saja. Mulai sekarang, tingkat konversi akan selalu ditampilkan pada layar digital. Antusiasme di ibu kota bahkan sangat besar—hampir 1.000 toko telah mengumumkan penerapan Dinar. Apa yang terjadi di Kelantan bukan penimbunan emas, melainkan sirkulasi aktif.
Di Malaysia, bab lain yang menarik dalam perdebatan mata uang telah dimulai. Sejak mantan perdana negara, Dr, Mahathir mempromosikan "Gold Dinar" setelah spekulasi mata uang yang agresif di 90-an, tema "Gold" telah menjadi bagian integral dari perdebatan politik dalam negeri di Kuala Lumpur. Rencana Mahathir awalnya untuk memperkenalkan Dinar dalam perdagangan asing di negara itu. Namun kemudian kebijakan ini mengusik Malaysia National Bank. Bank Nasional takut jika Dinar dapat, dalam jangka panjang, menggantikan mata uang nasional.
Kebijakan, bank dan partai politik mungkin masing-masing memiliki niat mereka sendiri, tetapi pada akhirnya selalu akan sampai ke konsumen sendiri dalam memutuskan sengketa tersebut. Banyak orang Melayu yang melihat kebebasan untuk memilih uang mereka sendiri sebagai sebuah aspek penting dari kebebasan, yang sama dengan, misalnya, kebebasan berekspresi. Pada banyak forum internet dan di koran-koran memicu diskusi yang hidup dan keyakinan yang berbeda-beda tentang tema Dinar. Slogan sederhana beredar: "Anda menyimpan uang kertas Anda, kami akan menyimpan emas kami!" Referendum dalam proyek Gold-Dinar benar-benar akan menyita perhatian besar di pasar negara itu.
Secara resmi, Kelantan telah melebihi kekuatan hukum. Kelantan tidak pernah mengklaim bahwa Dinar adalah legal tender, yaitu mata uang resmi Malaysia, tidak seperti Kruger Rand di Afrika Selatan. Tapi ini mungkin hanya masalah waktu sebelum negara-negara Muslim akhirnya menerima Dinar sebagai alat pembayaran yang sah.
"Dinar", yang disebutkan dalam Al Qur'an, sama sekali, bukan hanya sebuah mata uang "alternatif" atau bahkan mata uang begitu saja seperti dalam pengertian modern. Dinar memiliki terminologi yang tidak biasa. Dalam Islam, uang bukanlah sesuatu yang disembah. Koin-koin tersebut bisa jadi sebanding dengan barang lain, seperti beras. Berbeda dengan mata uang modern, yang memiliki monopoli, dalam Islam tidak pernah ada hal seperti itu.
Datuk Husam Musa, Ketua Komite Perencanaan Keuangan dan Ekonomi Kelantan tetap tegas dalam menghadapi perdebatan tentang Dinar: "Berbagai laporan mengklaim bahwa Dinar diatur untuk menjadi mata uang kedua Kelantan yang tidak akurat dan menimbulkan kebingungan. Saya tidak bisa mengerti mengapa pertanyaan itu meningkat setelah Kelantan menerapkan penggunaan Dinar. Dinar telah menjadi aspek Islam sejak awal." katanya kepada media. (sa/globaliamag/em)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar