07 April 2010

Memilih Pendamping Hidup Ideal dan Islami

PERNIHAKAN merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan muslim. Betapa tidak, pernikahan adalah proses penyempurna keimanan seorang muslim, dan juga menjadi cara paling natural untuk mendapatkan pasangan dan hiburan dalam hidup. Semua sepakat dalam hal ini. Tapi yang menjadi pertanyaan bagi para muslimah adalah bagaimana tipikal belahan jiwa alias soulmate seperti yang diinginkan Allah dan Rasul-Nya?

Sebelum pertanyaan tersebut terjawab, ada pertanyaan penting yang harus kalian tanyakan kepada diri kalian sendiri, sebelum memulai untuk membukakan pintu hati kalian bagi calon pasangan hidup. Yaitu, “Apakah kalian sudah siap untuk menikah?” Mungkin banyak teman kalian yang secara emosional sudah siap untuk mengambil pasangan hidup. Namun mesti diingat, pernikahan pun meniscayakan berbagai tanggung jawab secara spiritual, emosional, dan finansial yang menuntut komitmen tinggi dan ekspektasi yang realistis. Ketika kalian memutuskan siap untuk menikah, maka merujuklah kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah untuk mencari petunjuk tentang karakteristik pendamping hidup menurut syariat.

Pernikahan meliputi kasih sayang, sikap saling menghargai (apresiasi), cinta, belas kasih, rasa kasihan, dan lain sebagainya. Semua hal tersebut bisa didapatkan dan dipelajari dalam berbagai cara, salah satunya adalah berdiskusi dengan orang-orang yang sudah menjalani pernikahan. Dan hal-hal tersebut akan dengan mudah didapatkan jika kalian dan pasangan memiliki wawasan keislaman yang mumpuni. Dengan demikian, ketakwaan pendamping hidup menjadi faktor kunci dalam kebahagiaan rumah tangga kelak.

...Banyak wanita yang lebih memilih calon pasangan hidup yang cemerlang dalam hal-hal keduniaan...

Banyak wanita yang sulit sekali untuk memilih calon suami atau pendamping hidup yang cocok dalam segala hal. Mereka lebih memilih calon pasangan hidup yang cemerlang dalam hal-hal keduniaan. Padahal sejatinya hanya ada satu tolak ukur yang tidak akan berubah dan tak akan tergantikan, meski zaman telah barubah. Yaitu tolak ukur ketakwaan. Sebab hal tersebutlah yang akan diridhai Allah dan menjadikan pernikahan penuh berkah.

Oleh karena itu, hendaknya para muslimah, orangtua, atau wali mereka mempertimbangkan sosok lelaki yang bertakwa, meskipun secara faktor duniawi biasa-biasa saja. Ini mengingat, laki-laki yang shaleh dan bertakwa lebih utama dari laki-laki yang tidak berakhlak, meskipun mereka memiliki rumah-rumah yang terbuat dari emas dan perak. Pasalnya, kepemilikan harta berlimpah tanpa ketakwaan berpotensi merusak kebahagiaan dunia dan akhirat.

Rasulullah SAW pun bersabda, “Jika datang kepada kalian seorang laki-laki yang engkau ridhai (pemahaman) agama dan perilakunya, maka nikahkanlah dia. Jika engkau tidak melakukannya, maka akan timbul fitnah dan kerusakan di muka bumi.”

Tak heran jika kemudian saudari Abdurrahman bin Auf yang notabene orang kaya di kalangan kabilah Quraisy rela menikah dengan Bilal, seorang budak dari Habasyah, namun memiliki keshalihan dan akhlak terpuji.

…saudari Abdurrahman bin Auf yang notabene orang kaya di kalangan kabilah Quraisy rela menikah dengan Bilal, seorang budak dari Habasyah, namun memiliki keshalihan dan akhlak terpuji…

Tengoklah Sa’id bin Al-Musayyib, seorang tabiin senior yang menolak untuk menikahkan anak perempuannya kepada seorang penguasa. Dikutip dari buku Az-Zaujah Al-Mubdi’ah wa Asrar Al-Jamal, Shabah Said menulis, “Dia (Sa’id bin Al-Musayyib) malah menikahkan putrinya dengan orang fakir yang bertakwa yang hanya memiliki dua dirham untuk membayar mahar putrinya.”

Putri Al-Musayyib itu pun menetap di rumah suaminya yang rajin menghadiri majelis ilmu ayah mertuanya, Sa’id bin Al-Musayyib. Putri Al-Musayyib pernah berkata kepada suaminya, “Mohon duduklah wahai suamiku, aku akan ajarkan engkau ilmu dari ayahku, Sa’id.” Dalam kisah ini terdapat pelajaran bahwa seorang ayah yang alim dan ahli fikih seperti Sa’id senantiasa mengajari putrinya ilmu (tauhid), fikih, dan akhlak. Sehingga tertanam di hati putrinya perasaan ridha untuk menikah dengan seorang laki-laki yang shaleh dan bertakwa, meski suaminya adalah orang miskin.

Para muslimah harus menyadari bahwa orangtua yang cerdas akan berpikir bahwa kalian adalah amanah bagi keduanya. Orangtua demikian akan memilihkan seorang calon suami yang akidahnya lurus dan berakhlak mulia. Ini mengingat, jika orangtua menikahkan putrinya dengan seorang laki-laki berakhlak bejat dan fasik hanya karena mengharapkan kehormatan atau harta, maka dia sama saja telah berbuat jahat kepada anak gadisnya.

Inilah mengapa orang-orang shaleh terdahulu mewanti-wanti agar setiap muslimah menikah dengan laki-laki shaleh dan baik pemahaman agamanya. Masih dalam Az-Zaujah Al-Mubdi’ah wa Asrar Al-Jamal, dikisahkan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Hasan Al-Bashri, “Banyak orang yang telah mendatangiku untuk meminang putriku, lantas kepada siapakah aku menikahkan putriku?”

…Nikahkanlah dengan orang yang bertakwa. Sebab jika orang tersebut mencintainya, dia akan memuliakannya, namun jika dia tidak mencintainya, paling tidak dia tidak akan menzaliminya…

Hasan Al-Bashri menjawab, “Nikahkanlah dengan orang yang bertakwa. Sebab jika orang tersebut mencintainya, dia akan memuliakannya, namun jika dia tidak mencintainya, paling tidak dia tidak akan menzaliminya.” Dengan demikian, anjuran Islam kepada para muslimah untuk mencari pasangan hidup yang shaleh merupakan sebuah bentuk penghormatan kepada mereka. Tidak ada penghormatan yang lebih tinggi melebihi penghormatan Islam kepada kemuliaan wanita. [ganna pryadha/voa-islam.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar