Ketika memasuki kota Yerusalem, Khalifah Umar berkata, ”Inilah aku ya Allah, siap melaksanakan amanat-Mu!”
Pada hari Jumat beliau shalat Jumat bersama sahabat-sahabatnya. Pasukan Muslim tidak mengambil sedikit pun harta milik penduduk Yerusalem. Beliau menetapkan perjanjian damai dengan penduduk Yerusalem yang bersedia membayar jizyah.
Isi perjanjian itu adalah sebagai berikut:
”Bismillaahir rahmaanir rahiim. Inilah jaminan yang telah diberikan oleh hamba Allah, Umar Amirul Mu`minin, kepada pihak Aelia. Jaminan keselamatan untuk jiwa dan harta mereka, untuk gereja-gereja dan salib-salib mereka, bagi yang sakit dan yang sehat, dan bagi kelompok agama yag lain.
Gereja-gereja mereka tidak boleh ditempati atau dirobohkan, tak boleh ada yang dikurangi apa pun dari dalamnya atau yang berada dalam lingkungannya, baik salib mereka atau harta benda apa pun milik mereka.
Mereka tidak boleh dipaksa dalam hal agama mereka atau mengganggu siapa pun dari mereka.
Tidak boleh ada orang Yahudi yang tinggal bersama mereka di Aelia.
Penduduk Aelia harus membayar jizyah seperti yang dilakukan oleh penduduk Mada`in.
Mereka harus mengeluarkan orang-orang Romawi dan pencuri-pencuri. Mereka yag keluar akan dijamin jiwa dan hartanya hingga sampai ke tempat tujuan mereka yang aman.
Barangsiapa ada yang tinggal di antara mereka, keamanan mereka tetap dijamin, dan kewajiban mereka membayar jizyah sama dengan kewajiban penduduk Aelia.
Barangsiapa dari penduduk Aelia yang ingin pergi atas tanggungan sendiri dan hartanya sendri bersama pihak Romawi dan meninggalkan rumah-rumah ibadah mereka dan salib-salib mereka, maka mereka yang bertanggung jawab atas diri mereka, rumah-rumah ibadah dan salib-salib mereka untuk sampai ke tempat tujuan yang aman.
Bagi penduduk yang ada di tempat itu, barangsiapa ingin tetap tinggal, maka mereka berkewajiban membayar jizyah seperti penduduk Aelia. Barangsiapa mau pergi bersama pihak Romawi bolehlah mereka pergi dan barangsiapa mau kembali kepada keluarganya kembalilah. Tidak boleh ada yang diambil dari mereka sebelum mereka selesai memetik hasil panennya.
Segala apa yang ada dalam surat perjanjian ini, merupakan janji dengan Allah, dengan jaminan Rasul-Nya, para khalifah dan jaminan orang-orang beriman, kalau mereka sudah membayar jizyah yang menjadi kewajiban mereka.”
Umar menutup surat perjanjian itu dengan tanda tangannya, dan kalimat, ”Saksi-saksi dalam perjanjian ini adalah Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Abdurrahman bin Auf dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Perjanjian ini dinyatakan dan dilaksanakan pada tahun ke-15 setelah Hijrah.
Sejak saat itu, Yerusalem dan daerah sekitarnya seperti Huran, Halb, Palestina dan daerah pesisir menjadi wilayah Islam.
Hal ini terus berlangsung hingga selesai masa al-Khulafaur Rasyidun, Khilafah Bani Umayah, dan Khilafah Bani Abbasiyah Baghdad.
Kemudian terjadi penyerbuan oleh Tentara Salib dari Perancis dan negara-negara Eropa lainnya. Namun dengan jihad fi sabilillah, pasukan Islam yang dipimpin oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi rh pada tahun 583 H (1187 M) berhasil memaksa tentara Salib yang sudah menguasai Yerusalem selama 200 tahun harus hengkang dari Yerusalem dan sekitarnya.
Seabad lebih kemudian, giliran Tentara Tartar dari Mongol menyerbu Syam. Tahun 658 H/ 1260 M akhirnya Tentara Tartar pun harus hengkang dari Syam setelah diusir oleh Sultan Nuruddin Zanki dengan panglimanya Baybars al-Bandaqadari.
Kembalinya Yerusalem ke tangan pemerintah kaum muslimin disambut gembira tidak hanya oleh umat Islam, tetapi oleh kaum Nasrani dan Yahudi Ortodoks.[min]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar