Setelah memperhitungkan faktor risiko stroke lainnya, pria single kelahiran 1960-an (sekarang berusia 50 tahun) memiliki kemungkinan 64 persen lebih besar mengalami stroke fatal selama tiga dekade dari rekan-rekan mereka yang telah menikah.
Resiko stroke fatal juga 64 persen lebih tinggi pada pria yang melaporkan ketidakpuasan mereka terhadap kehidupan pernikahannya daripada orang-orang yang pernikahannya dinilai sukses.
“Angka itu sebanding dengan risiko stroke fatal yang dihadapi pria dengan diabetes,” tegas Uri Goldbourt PhD, seorang profesor epidemiologi dan pengobatan pencegahan di Universitas Tel Aviv di Israel kepada webmd.
Hasil studinya telah dipresentasikan pada Konferensi Stroke Internasional American Stroke Association (ASA) 2010.
Peran pasangan sangat penting Temuan ini konsisten dengan informasi terdahulu yang menyatakan bahwa dukungan dari pasangan dapat meningkatkan kesehatan seseorang, kata Daniel Lackland Dr PH, profesor epidemiologi dan ilmu saraf di Medical University of South Carolina di Charleston.
"Orang dengan pasangan lebih mungkin pergi ke dokter dan berobat. Mereka juga lebih cenderung makan makanan sehat," katanya. Selain itu, pasangan dapat mengenali gejala-gejala yang tidak biasa dengan cepat, mengarahkannya pada pengobatan yang cepat sehingga menurunkan kemungkinan stroke fatal.
Temuan ini diperkuat oleh fakta bahwa pria yang puas dengan pernikahannya kemungkinan lebih kecil meninggal karena stroke daripada pria yang tidak bahagia dengan pernikahannya.
Sementara wanita tidak dipelajari, Lackland menduga temuan tersebut bisa pula berlaku pada mereka. "Dukungan pasangan suami-istri bekerja dua arah," katanya.
Status pernikahan mempengaruhi risiko stroke
Penelitian ini melibatkan 10.059 pria yang berpartisipasi dalam “Israeli Ischemic Heart Disease Study” pada 1963. Sebanyak 8,4 persen dari pria single kelahiran 1963—apakah tidak pernah menikah, bercerai, atau janda—meninggal karena stroke pada usia 34 tahun dibanding 7,1 persen pria yang sudah menikah.
Analisis statistik memperhitungkan status sosial ekonomi dan faktor-faktor risiko utama stroke, seperti obesitas, tekanan darah, dan merokok.
Menurut Goldbourt, ini juga memperhitungkan apakah para partisipan menderita diabetes dan penyakit jantung ketika mereka memasuki studi. (ar/ok/cbn) www.suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar