Dalam banyak pergaulan keseharian, saya sering menemukan bahwa salah satu kelemahan para pemimpin di berbagai level, adalah kurangnya keterampilan dalam membuat pertanyaan. Padahal, dalam banyak hal, sebuah pertanyaan memiliki dampak yang tidak sepele. Bahkan bisa menimbulkan kerusuhan besar.
Sebagai ilustrasi, di sebuah perusahaan yang tengah dilanda demo besar-besaran, seorang petinggi di bidang SDM mencoba untuk berdialog dengan para demonstran. ia menemui pimpinan para demonstran dan bertanya, "Maunya apa?".
Sebuah kesalahan fatal. Di tengah emosi tinggi para demonstran, sang petinggi mengajukan pertanyaan yang tidak bersahabat, dan cenderung bernada menantang. Beruntung, ia tidak dikeroyok oleh para demonstran.
Bandingkan jika bunyi pertanyaannya seperti ini : "Ada apa?" Pertanyaan ini, menyiratkan bahwa penanya ingin menggali informasi dari orang yang ditanya. Tidak ada pertanyaan bernada menantang di sana.
Soal kepandaian mengajukan pertanyaan, saya selalu ingat dengan Steve Job, juragan Apple Inc. Suatu ketika, ia berkeinginan untuk merekrut the Rising Star, John D Sculley, yang saat itu sudah menduduki jabatan mentereng sebagai Presiden Direktur Pepsi Co.
Ia tidak bertanya dengan pertanyaan standar, seperti : "Apakah anda mau bergabung ke Apple?" Ia, bertanya dengan sebuah pertanyaan yang menusuk sumber adrenalin Sculley. "Apakah anda ingin terus menjual minuman berkarbonasi, ataukah anda ingin mengubah dunia?"
Memang tidak mudah bagi Sculley untuk menjawab pertanyaan itu. Perlu waktu beberapa hari baginya untuk mengambil keputusan. Dan, keputusan yang diambilnya adalah : hengkang ke Apple. Sculley melakukan sebuah langkah terobosan. Ia tinggalkan dunia yang telah membesarkannya.
Bayangkan, hanya dari posisi trainee tak lebih dari 5 tahun, sampai kemudian menjadi Marketing Vice President di usia belum 30 tahun sampai akhirnya jadi Presiden Direktur di Pepsi Co. Kini, dalam skalanya sendiri, Sculley dan Apple berhasil 'mengubah dunia'.
Soal pertanyaan, saya juga ingat pertanyaan bos saya, ketika masih jadi sopir truk di sebuah perusahaan kontraktor. Satu pertanyaan beliau yang kemudian jadi awal perubahan masa depan saya. Ketika saya sedang nongkrong di warung kopi sambil menunggu kawan-kawan saya menurunkan pasir dari atas truk, bos saya bertanya : “Mau seumur hidup begini (nyopir truk)?” Pertanyaan menyentak, menggugah dan sekaligus memotivaasi.
Kini, saya harus berterima kasih pada bos saya tersebut. Karena pertanyaannya itu lah saya terus-menerus belajar dan mengembangkan diri, termasuk juga, belajar mengajukan pertanyaan!
Sudah dimuat di harian Semarang, rubrik Inspirasi, 26 Maret 2011 (wi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar